Selasa, 24 November 2009

KENANGAN MUJAHID


Oh… tiba-tiba kita dirangkul sayang oleh ibu dan ayah, tanda perpisahan fana (sementara) di teras asrama beserta rombongan yang telah mengantarkan kita untuk dititipkan di pesantren. Dan tak terasa bayangan mereka kian menjauh, dada kita kian sesak, dan bisikan lembut ditelingapun terdengar “Hai sobat engkau hidup disini intuk bertahun-tahun lamanya, kuatkah engkau menjalaninya tanpa orang-orang yang engkau cintai didekatmu?” tak terasa air matapun menetes, dan tanpa kita sadari, kita lari menuju rombongan keluarga yang hendak pergi dan dihampirilah Ayah dan Ibu untuk sejenak mendapatkan kembali pelukan sayang mereka, Dan merekapun membisikkan pada kita “Ade yang sabar yah… belajar yang giat, sering-sering ngaji sama berdoa dan kalo rindu sama mama dan papa tinggal telpon aja…!!!” tak luput kita tatap mata mereka, kesedihan penuh harappun menjelma dalam linangan air mata yang membasahi pipi. Yah sedikit simulasi awal dari sebuah perjalanan santri cilik mengawali hidupnya dalam sebuah gubuk pesantren. Bukan berarti kisah tersebut diatas mewakili sederetan kisah santri yang lain, akan tetapi itu hanyalah sebuah gambaran dramatic ala penulis dalam menyiratkan tokoh sang santri. Sebuah adegan keharmonian yang sangat unik tergambarkan jelas pada kisah ini, bagaimana seorang Ayah dan Ibu yang didalam hidupnya terpikul amanah agung dalam membina keluarga (Quu anfusakum wa ahliikum naaraa), mereka mengambil langkah aman demi menjaga buah hatinya dari amuk globalisasi yang kian mematikan naluri. Dan sungguh bukan harga yang murah yang harus di bayarkan oleh mereka demi membekali sang buah hati tersayang bisa tumbuh tanpa noda angkara nafsu dunia. Berikut gambaran ringan perjuangan dari seorang ibu syair karya bang iwan: Ribuan kilo jalan yg kau tempuhlewati rintang untuk aku anakmuIbuku sayang masih terus berjalanWalau tapak kaki penuh darah penuh nanah Seperti udara kasih yang engkau berikanTak mampu kumembalas… ibu…ibu.. Ingin ku dekap dan menangis di pangkuanmuSampai aku tertidur bagai masa kecil duluLalu do’a –do’a lalu di tubuhkuDengan apa membalas ibu…ibu… Dan berikut adalah gambaran sejati seorang Mujahid cilik ketika dihadapkan dengan medan juang akbar yang menurut hati kecilnya sangat kecil peluang baginya untuk menggapai kemenangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar